Sabtu, 01 Juli 2017

Travelling dan Lampung : Sebuah Perjalanan Membuka Tabir Sejarah dalam Aspek Geologi


Beberapa pemuda telah mempersiapkan diri dengan semua perlengkapan menginap selama 2 minggu. Melaju dari kota lautan api, sebuah kota untuk menelusuri ilmu dan pengetahuan, menuju kota yang menjadi saksi sebuah legenda mendunia sejak tahun 1883. Amarah dari sebuah Gunung Api Strato bertipe Peret yang meluap dan menewaskan 36.000 jiwa, Gunung Krakatau. Kota yang dipenuhi dengan aneka macam oleh-oleh keripik pisang –sejenis makanan andalan kota ini. Sebut saja kota Lampung. Macam-macam tipe batuan di lokasi yang berbeda memberikan petunjuk kunci yang menuntun Saya untuk memecahkan sejarah kota Lampung. Kota asing yang bahkan tidak pernah sebelumnya ditelisik jauh lebih dalam, di mata seseorang yang sedang berusaha men
dalami keprofesiannya bahkan dalam kegiatan sehari-hari.

Persiapan keberangkatan dimulai sejak tanggal 27 Juni 2016. Berbekal tas ransel di punggung dan sebuah tas kecil tambahan di tangan, dengan memakai bus Bandung-Merak melalui rute Cianjur. Jarak tempuh yang dibutuhkan ialah selama 10 jam. Angin malam telah menyambut ketika bus sampai ke Pelabuhan Merak, juga kapal fery telah tersedia untuk mengantarkan jejak kaki dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera. Kesempatan pertama keluar dari sebuah pulau yang menjadi saksi kelahiran dan perkembangan hidup. Angin malam, deruan ombak, serta sinar redup menyala kapal pesiar lainnya terlihat dari kejauhan. Seiring berjalannya kapal Feri, dalam kilasan mata, Pulau Sumatera menjadi semakin dekat.

Kota Lampung, Batu, dan Sejarahnya

Gambar 1. Batu granit dan kuarsit di Bandar Lampung (Dok. Pribadi)
Matahari pagi di Lampung cukup terik dan berkegiatan di dalam ruangan dirasa kurang mengasyikan. Saya memutuskan untuk mengitari daerah sekeliling rumah inap di daerah Villa Merah, UNILA, Bandar Lampung. Tidak dipungkiri, ada macam tipe batu yang berbeda dengan tipe batuan yang ada di Pulau Jawa. Pulau Jawa memiliki dominasi batuan beku Andesit, hal ini dipengaruhi oleh tumbukan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Mikro Sunda.

Batuan tersebut secara deskripsi berwarna bening keputihan dan keras, kemungkinan adalah Kuarsit yang tersusun atas mineral Kuarsa yang memiliki kekerasan Mohs 7. Batuan yang termasuk ke dalam tipe batuan metamorfik ini memiliki pelamparan yang luas, di setiap gundukan tanah batu ini tersebar merata. Padahal, Saya belum pernah menemukannya di daerah sekitar tempat tinggal di Jawa Barat. Selain itu, terdapat juga batuan yang tersusun atas mineral K-Feldspar berwarna jingga, dengan asumsi seorang Traveller Geologist, Saya berpendapat bahwa batuan tersebut adalah granit. Granit adalah batuan beku plutonik yang berkomposisi asam, dengan kadar silika >52% secara teori. Lagi, Saya hanya dapat berasumsi karena batu-batu ini belum di cek pada laboratorium. Pikir Saya, Lampung tentu saja menjadi istimewa karena memiliki batuan bersifat asam, karena Indonesia secara regional pada umumnya didominasi oleh batuan bersifat intermediet. Jenis batu lain yang ditemukan adalah batu Andesit berwarna abu-abu beserta jenis batu terakhir yang spesial. Bahasa pasar menyebutnya batu apung, namun dalam keilmuan geologi disebut sebagai Scoria, suatu tipe batuan vulkanik berwarna gelap dengan struktur berlubang-lubang (vesicular) seperti spons. Secara genesa, scoria ini berasal dari gunung api bersifat basa (basaltic) umumnya memiliki lava cair encer sampai intermediet (andesitic).

Mengapa Lampung memiliki jenis litologi batuan yang berbeda dengan Jawa? Hubungan antara batuan berkomposisi asam, batuan metamorf dan batuan vulkanik di Lampung? Bagaimana hubungan Vulkanisme di Lampung? Bagaimana keterkaitan dengan tatanan tektonisme wilayah Lampung dalam Pulau Sumatera? Keunikan-keunikan ini membuat Saya penasaran akan sejarah pembentuk kota Lampung dari sudut pandang Geologi. Seperti anak kuliah pada umumnya, belajar teori-teori, hukum-hukum, dan rumus yang ada pada mata kuliah tiap-tiap jurusan, terkadang membuat pemikiran menjadi kaku dan sempit. Kurangnya kajian dan analisis terhadap kenyataan yang ada di sekitar, menimbulkan kebingungan terhadap pribadi yang terjun langsung ke lapangan.

Menyusun Kepingan Sejarah Lampung


Gambar 2. Travelling di sekitar Tanjung Beluk, Lampung (Dok. Pribadi)

Sejarah tidak hanya berkaitan dengan kemerdekaan, kekuasaan Pemerintah dari masa ke masa, ataupun berkaitan dengan sejarah budaya suatu wilayah. Jauh sebelum itu ada sejarah yang seringkali tidak diketahui oleh masyarakat kebanyakan. Sejarah Geologi yang menjadi jawaban atas fenomena alam setiap wilayah. Jika Bandung terkenal dengan Sejarah Cekungan Bandung-nya serta dapat dijelaskan dengan ilmu Bumi ini, demikian pula Lampung. Jadi, kunci untuk menentukan benang merah sejarah suatu wilayah pada masa lalu didapatkan dengan menggabungkan litologi, geomorfologi, struktur geologi, dan tambahan lainnya.

Pada hari-hari berikutnya, Saya mengelilingi kampus UNILA dan menemukan kunci petunjuk kedua, yaitu sebuah batu yang berukuran besar. Di dalam bongkah batu berukuran 1 x 1 x 1.5 m terdapat batuan-batuan yang berdimensi lebih kecil dengan ukuran yang berbeda-beda menjadi fragmen di dalam batuan besar tersebut. Teman-teman Saya pun bergegas bertanya mengapa ada sebuah batu di pinggir jalan, hanya satu-satunya, pun memiliki ukuran yang besar? Batu yang terlihat seperti hasil dari arus turbidit, seperti longsoran yang diakibatkan lereng dengan gradien tinggi yang berbeda, sehingga membuat batuan berbagai ukuran dan jenis menjadi satu. Secara sejarah, mungkin pada saat dahulu di sekitar Bandar Lampung terdapat Gunung Api Purba. Hasil erupsinya melontarkan batuan vulkanik dan tercampur bersama batuan non-vulkanik, batuan tersebut dinamakan batuan epiklastik. Sekalipun tidak ada niat untuk mengkaji Lampung, karena tujuan awal hanya untuk berjalan-jalan, namun fenomena-fenomena yang ada di sekitar bahkan di pinggir jalan, mulai membentuk kepingan puzzle yang tersusun.

Gambar 3. Singkapan batuan vulkanik, Teluk Betung, Lampung (Dok. Pribadi)

Lampung dan Sejarahnya

Dari penelaahan secara langsung dan data sekunder melalui referensi dari beberapa jurnal, didapatkan sejarah Lampung dan keterkaitan geologinya. Sekarang, pertanyaan Saya mengenai “Mengapa jenis litologi batuan di Lampung berbeda dengan batuan di Jawa?” dapat dijawab melalui sejarah proses terbentuknya Cekungan Sumatera Selatan. Asal muasal Cekungan Sumatera Selatan yaitu dari kegiatan tektonik penunjaman lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara hingga timur laut terhadap lempeng Eurasia yang relatif diam. Oleh karena adanya penunjaman lempeng Hindia-Australia, hal tersebut mempengaruhi jenis batuan, morfologi, tektonisme, dan struktur geologi di Sumatera Selatan yang mencakup provinsi Jambi (Utara), Bangka-Belitung (Timur), Bengkulu (Barat), dan Lampung (Selatan).

Setelah diketahui asal muasal faktor penyebab perbedaan jenis batuan di Sumatera dan Jawa, pertanyaan berikutnya adalah “Mengapa terdapat batuan beku asam seperti granit dan batuan metamorf seperti kuarsit?”. Batuan granit yang ditemukan dibelakang rumah, setelah disamakan dengan referensi menghasilkan hasil sepadan, yakni adanya formasi Granit yang tersusun oleh batuan granit di daerah Bandar Lampung. Yang kedua, batuan kuarsit merupakan batuan metamorf dan referensi memaparkan bahwa basement atau batuan dasar pulau Sumatera khususnya Cekungan Sumatera Selatan tersusun atas batuan metamorf Paleozoikum dan Mesozoikum, dan batuan beku Mesozoikum. Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum telah mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku.

Seperti puzzle yang mulai terpasang dengan baik, pertanyaan selanjutnya pun dikemukakan. “Adakah asosiasi Lampung dengan kegiatan vulkanisme masa lalunya?”. Batuan scoria yang ditemukan mengindikasikan bahwa kegiatan vulkanisme di Lampung termasuk aktif. Tentu saja benar, karena Sumatera adalah salah satu pulau yang terlewati oleh jalur gunung api sirkum Pasifik. Selain itu, faktor lain yang memicu adanya kegiatan Vulkanisme aktif di Lampung atau skala lebih besarnya adalah Sumatera, karena adanya kegiatan tektonik yang terbagi menjadi 3 kelompok yaitu zona sesar besar Sumatera, zona perlipatan berarah barat laut tenggara dan zona sesar pra-tersier. Sesar besar sumatera dapat dilihat pada Gambar 3.

Oleh karena proses interaksi lempeng Hindia-Australia di sebelah barat Sumatera yang menujam ke arah lempeng Eurasia mengakibatkan adanya subduksi aktif dan menghasilkan perstiwa pengangkatan benua yang disebut Bukit Barisan, dengan arah yang sejajar dengan sesar. Di sepanjang Bukit Barisan terdapat lembah-lembah yang membentuk suatu kelurusan, salahsatu diantaranya adalah Teluk Semangko yang berada di Lampung. Selain itu, sepanjang jalur sesar Sumatera memiliki komposisi batuan vulkanik asam, pasir tufan, dan tuf dengan fragmen batu apung. Batuan vulkanik asam ini berasal dari sumber batuan granit yang memotong batuan dasar di bawah permukaan tanah. Sampai titik ini seharusnya sudah lebih jelas mengenai keterkaitan pembentukan struktur geologi-proses tektonisme-proses vulkanisme dengan penyebaran batuan di wilayah Lampung.

Gambar 3. Sesar Besar Sumatera ditandai garis merah dari Lampung hingga Aceh (Sumber:
http://www.tectonics.caltech.edu/sumatra/2007MarEQ/fig1.gif

Kembali kepada cerita travelling Saya di Lampung. Pada hari pertama tiba disana, gempabumi menyambut dengan magnitudo sebesar 5.0 skala Richter, namun beruntung tidak terjadi bencana yang besar melainkan hanya berupa getaran. Umumnya, Lampung mengalami gempa bumi, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor berkaitan dengan tektonisme Sumatera sendiri. Terjadinya gempabumi di Lampung tidak hanya berkaitan dengan sesar besar Sumatera, namun lebih banyak terjadi akibat sesar-sesar kecil di sekitarnya. Sesar yang terjadi pada tanggal 28 Juni 2016, saat Saya baru satu hari berada di Lampung, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) diakibatkan oleh adanya aktivitas sesar aktif di Selat Sunda. Selain sesar, gempa di Lampung dapat diakibatkan oleh subduksi aktif lempeng Hindia-Australia ke bawah lempeng Eurasia seperti yang terjadi pada 2 Mei 2016 atau pusat gempa diluar zona subduksi (Terjadi pada 23 Juli 2016), disebut zona outer rise1 yang dapat menyebabkan tsunami apabila bermagnitudo besar. Dari beberapa fakta ini, interpretasi Saya adalah terjadinya gempa bumi di Lampung tergantung kepada 1) Pergerakan sesar-sesar aktif di daerah Cekungan Sumatera Selatan, 2) Apabila saat terjadi subduksi, adanya gunung api ataupun material lain yang ikut mengganjal di pusat subduksi sehingga memicu gempa di zona benioff2. 3)Terjadinya kegiatan magmatisme3 dari gunung-gunung api aktif di Lampung dapat memicu terjadinya gempabumi.

Tentunya selain proses terjadinya gempabumi yang dapat dibahas melalui sejarah geologi Lampung dan Cekungan Sumatera Selatan, ada masih banyak peristiwa fenomena alam yang dapat terjawab. Untuk menemukan jawaban dari satu pertanyaan kepada pertanyaan lainnya, diperlukan peninjauan dan studi penyelidikan lebih lanjut. Travelling Lampung belum berhenti di titik ini, bahkan kota-kota lain akan menjadi sasaran pembelajaran selanjutnya.

Akhirnya, pelabuhan Bakauheni menjadi penutup travelling di Lampung. Cahaya matahari pagi menemani hari kepulangan Saya menuju pulau Jawa. Ada jauh lebih banyak yang Anda dapatkan jika dibandingkan hanya sekedar berjalan-jalan dan mengabadikannya ke dalam sebuah figura. Sebab dibalik benda-benda yang tersebar di pelamparan pinggir jalan dan objek-objek wisata yang dijadikan sebagai wadah panorama, ada sebuah –bahkan banyak sejarah yang dapat diceritakannya secara tidak langsung. Jika dan hanya jika Anda mau peka terhadap alam.

Zona outer rise 1) : Sebuah zona diluar pusat subduksi
Zona benioff 2) : Sebuah zona pusat gempa bumi di daerah subduksi
Magmatisme 3) : Proses pembentukan dan naiknya magma ke permukaan

REFERENSI
Fieldtrip : Geological study in Tanjung Bintang, Bukit Kunyit and Klara Beach. (2015). http://hmtg.tg.itera.ac.id/field-trip-lampung-2015/ diakses pada 19 September 2016. Geologi Cekungan Sumatera. digilib.unila.ac.id/10674/16/BAB%20II.pdf diakses pada 19 September 2016. Gambaran umum Lampung Selatan. digilib.unila.ac.id/10832/14/BAB%20IV.pdf diakses pada 1 September 2016
Panatapan, Ido. (2016). Sejarah Geologi Sesar Sumatera. 2016. http://www.lintas-sumatera.com/2016/05/sejarah-geologi-sesar-sumatera.html diakses pada 19 September 2016 Rustadi, R. (2012). Batuan Terobosan dan prospek Mineralisasi Logam di Bandar Lampung. Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung,18(1).
Tanggapan Gempa Lampung, 28 Juni 2016. (2016). www.vsi.esdm.go.id/index.php/gempabumi-a-tsunami/kejadian-gempabumi-a-tsunami/1229-tanggapan-gempa-lampung-50-sr-28-juni-2016- diakses pada 1 September 2016.
Tectonics Observatory. www.tectonics.caltech.edu/sumatra/2007MarEQ/fig1.gif diakses pada 19 September 2016

0 komentar :

Posting Komentar